Kesenian marawis
ini telah berusia kurang lebih 400 tahun yang semula berasal dari
kawasan Kuwait, mula2 alat ini hanya terdiri dari 2 jenis alat permainan
saja yaitu hajir dan marawis dengan ukuran yang tidak seperti saat ini
kita lihat, melainkan semacam sebuah rebana dengan berukuran cukup besar
yang kedua sisinya dilapisi oleh kulit binatang.
Namun kesenian
ini tidak populer di negara kuwait sehingga sedikit sekali orang yang
memahami bahwa kesenian ini bermula/berasal dari negara kuwait. Ketika
kesenian ini mulai dikenal di negara yaman maka kesenian ini pun
diadopsi oleh negara Yaman, sehingga kesenian ini menjadi populer, hal
ini disebabkan alat musik yang ada di modifikasi sedemikian rupa agar
menjadi lebih menarik. maka diubahlah sedikit demi sedikit alat musik
yang bermula berukuran besar menjadi ukuran yang sedang yang seperti
saai ini kita lihat yaitu ukuran yang cukup besar (seperti gendang) dan
marawis yang ukurannya lebih kecil dari hajir.
Di daerah Yaman
kesenian ini sering kali dimainkan pada saat perayaan tertentu, yaitu
Perayaan perkawinan, Maulid nabi saw, Khitanan, dsb.... dan lebih
kesenian ini menjadi lebih sangat populer karena pernah dimainkan untuk
menyambut tamu yang berasal dari luar Yaman sebagai kesenian
penghormatan.
Seni Islami ini
dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan ulama yang berasal dari Yaman
beberapa abad yang lalu. Mengapa dinamakan marawis? Menurut Hasan
Shahab, pegiat seni marawis Betawi, musik dan tarian ini disebut marawis
karena menggunakan alat musik khas yang disebut marawis. ''Karena
kesenian ini memakai alat musik yang namanya marawis, dari dulu orang
menyebutnya sebagai marawis,'' ujar pemilik kelompok musik gambus
Arrominia ini menjelaskan.
Menurut Hasan,
hampir di setiap daerah yang terletak di Semenanjung Melayu, memiliki
kesenian marawis. ''Malah, ada yang menyebut seni ini marwas. Kesenian
ini telah ada sejak lama di Indonesia,'' paparnya.Dulu, saat Wali Songo
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, alat musik marawis digunakan
sebagai alat bantu syiar agama. ''Marawis tak bisa lepas dari
nilai-nilai religius. Awalnya musik ini dimainkan saat merayakan
hari-hari besar keislaman, terutama Maulid Nabi,'' katanya.
Namun, kata
Hasan, kini marawis tidak hanya dimainkan saat Maulid Nabi saja. Kini,
acara hajatan pernikahan, peresmian gedung, hingga di pusat
perbelanjaan, marawis sering dimainkan. Marawis yang ada di setiap
daerah memiliki kekhasan tersendiri. Perbedaan marawis itu terletak pada
cara memukul dan tari-tarian. Hasan mencontohkan, seni marawis di Aceh,
tari-tariannya melibatkan laki-laki dan wanita. ''Kalau marawis khas
Betawi yang menari dan memainkan marawis hanya pria. Tariannya pun khas
memakai gerakan-gerakan silat,'' katanya.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukannya, seni marawis juga ditemukan di Palembang,
Banten, Jawa Timur, Kalimantan, bahkan hingga Gorontalo. ''Semuanya
berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri sesuai adat dan budaya daerah
setempat,'' paparnya. Diakuinya, kelompok marawis yang paling terkenal
berasal dari Bondowoso, Jawa Timur. Seni marawis di Jawa Timur lebih
dulu berkembang dibanding di Betawi. Biasanya, setahun sekali grup
marawis dari Bondowoso main di Kwitang, Jakarta Pusat, untuk memeriahkan
Maulid Nabi SAW. ''Semua orang berbondong-bondong melihat mereka
tampil,'' katanya.
Beberapa tahun
silam, seni marawis belum populer seperti saat ini. Di tanah Betawi,
seni marawis awalnya hanya dimainkan oleh orang-orang keturunan Arab.
Bahkan, ada semacam anggapan bahwa marawis hanya dimainkan mereka yang
masih keturunan Nabi SAW. Marawis dimainkan orang-orang keturunan Arab
untuk memeriahkan acara Maulid Nabi SAW. Selain itu, juga berkembang
untuk meramaikan arak-arakan pengantin.
Pusat kesenian
marawis itu berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di kecamatan ini,
terdapat sebuah daerah bernama Kampung Arab. Dari sinilah awal mula
marawis berkembang pesat di wilayah DKI Jakarta. ''Di Kampung Arab itu,
dari mulai kakek, cucu, anak semua main marawis,'' katanya. Diakui
Hasan, sejak stasiun RCTI dan TVRI gencar menayangkan acara gambus
beberapa tahun lalu, telah mendorong kesenian marawis ini berkembang
lebih pesat.
Mengapa hampir
semua pemain marawis Betawi berasal dari kaum Adam? Menurut Hasan,
sangat kasihan kalau wanita harus main marawis. ''Risikonya tangan akan
kapalan, kulit ari tangan bakal mengeras,'' katanya. Diakuinya, sangat
tidak umum kaum hawa bermain marawis di Betawi. Bulan Ramadhan menjadi
saat panen bagi kelompok marawis. Hampir setiap mal saat ini menampilkan
grup marawis untuk menyemarakkan bulan suci Ramadhan.
Sebuah grup
marawis bisa dikatakan bermain cukup bagus apabila memenuhi beberapa
indikator. Dalam sebuah festival atau perlombaan marawis, yang harus
dilakukan sebuah grup marawis adalah menghindari sekecil mungkin
kesalahan. Kesalahan itu terjadi apabila ada pukulan marawis yang
terlambat atau tidak harmonis. Pada festival yang dihitung adalah jumlah
kesalahan yang dilakukan. Penilaian terdiri dari 3 unsur, di antaranya
adalah Vocal, Perkusi, Penampilan (Adab). Dari segi vocal harus ada
sikronisasi antara mawal atau syair pengantar lagu dengan lagunya serta
harus ada dinamisasi lagu. Dari segi perkusi dan aransement tidak boleh
dilakukan secara monoton, pukulan harus dilakukan sekreatif mungkin dan
dinamis. Dari segi penampilan (adab) biasanya dilihat dari penguasaan
panggung dan bloking gerakan. Kelompok marawis bisa menggunakan baju
koko, gamis ataupun baju daerah.
http://forummarawisindonesia.blogspot.co.id/p/kesenian-marawis-ini-telah-berusia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar